"Our happiness is greatest when we contribute most to the happiness of others.”- Harriet Shepard

Selasa, 22 November 2011

Barang Paling Berharga


Di kota Weinsberg – Jerman terdapat sebuah benteng kuno yang saat ini merupakan satu daerah tujuan wisata. Menurut Legenda, pada tahun 1141, pasukan musuh mengepung benteng dan mengisolasi penduduk kota didalamnya. Untuk alasan kemanusiaan, komandan musuh mengirim pesan ke dalam benteng bahwa sebelum dia menyerang secara besar-besaran, dia akan membiarkan wanita dan anak-anak meninggalkan benteng dan pergi bebas.
Setelah negosiasi berkali-kali, akhirnya komandan musuh menyetujui untuk membiarkan wanita dan anak-anak membawa barang paling berharga yang dimilikinya, tetapi dengan syarat bahwa barang tersebut harus mereka bawa sendiri. Pada hari dan saat yang ditentukan, komandan musuh dan para anak buahnya tercengang dan terkejut. Ternyata, para wanita mulai berbaris ke luar benteng dengan menggendong suami mereka di punggungnya masing-masing.

Legenda Benteng kota Weinsberg

Rabu, 16 November 2011

Pada Sebuah Jembatan

Pada suatu malam, seorang pria berdiri diatas suatu jembatan baja, 500 kaki (sekitar 152 meter) diatas sungai yang deras. Pria itu menyalakan rokok terakhirnya – sebelum bunuh diri.
Tidak ada jalan lain. Dia telah mencoba segala hal untuk mencapai kebahagiaan. Dia telah mencicipi segala kenikmatan nafsu, petualangan, perjalanan, minum dan obat-obatan. Tapi semua gagal. Dan kegagalan terakhir adalah perkawinannya. Tak ada seorangpun wanita yang tahan hidup bersamanya selama beberapa bulan. Dia terlalu menuntut. Dia merasa tidak pantas diperlakukan seperti manusia. Maka sungai akan menjadi tempat yang paling baik baginya.
Seorang gelandangan tiba-tiba lewat, melihatnya dan berkata,”Pak, beri saya 1 dollar dong untuk beli kopi,” Pria itu tersenyum. 1 Dollar tidak ada artinya.”Saya punya lebih dari itu.” Dia mengambil dompetnya. “Ini, ambil semua.”
“Lho, kenapa semua ?” tanya gelandangan itu. “Tidak apa-apa. Saya tidak membutuhkan lagi ditempat yang akan saya tuju.” Jawabnya sambil melirik kearah sungai dibawah jembatan.
Gelandangan itu membuka dompetnya. Memegang uang sejenak. Lalu katanya,”Oh tidak. Tidak jadi. Saya memang seorang pengemis, tetapi saya bukan seorang pengecut. Dan saya tidak akan mengambil uang seorang pengecut. Bawa saja uangmu -  kedalam sungai itu.” Gelandangan itu menghamburkan uang itu kelantai. Lalu segera pergi. “Dag…dag… pengecut.”
Pria yang hendak bunuh diri itu terpana. Tiba-tiba dia sangat ingin bahwa gelandangan itu mau menerima uang darinya. Dia ingin memberi, tetapi tidak bisa. Memberi !!! Dia tidak pernah mencoba hal ini sebelumnya. Memberi dan menjadi bahagia…..Dia memandang sungai itu untuk terakhir kalinya….dan berpaling darinya, lalu pergi mengejar gelandangan tadi…..

Christopher Notes

Rabu, 09 November 2011

Terima Kasih, Maaf, Tolong


Kisah disebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan & kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pension. Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan. Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilh dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.

Dia menulis sebagai berikut: “Yang terhormat pak Direktur. Terima kasih karena bapak telah mengucapkan kata “Tolong” setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan “Maaf” saat Bapak menegur, mengingat dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan. Terima kasih pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan “Terima Kasih” kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk bapak. Terima kasih pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Sampai kapanpun bapak adalah pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan merestui jalan dimanapun pak Direktur berada. Amin

Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-2 pak Direktur mengusap genangan airmata di sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor.


Tiga kata “Terima Kasih, Maaf, Tolong” adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tapi mempunyai dampak yang positif. Dengan mampu menghargai orang minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.

Senin, 07 November 2011

Impian Seorang Manusia Lumpuh


Tennese adalah salah satu daerah yang terletak di Amerika, disinilah pernah dilahirkan kedunia seorang manusia yang sangat luar biasa. Terlahir prematur dan kondisi lemah. kondisi badannya sangatlah lemah. Orangtuanya berasal dari keluarga miskin. Ayahnya adalah seorang penjaga pintu kereta api dan ibunya bekerja sebagai pembantu. Dia adalah anak ke-20 dari 22 anak bersaudara. Pada umur 4 tahun dia malah terkena penyakit radang paru-paru kronis dan tubuhnya lumpuh terkena polio, dua penyakit maut yang sangat mematikan saat itu sampai dua kakinya harus memakai penyangga.
Di samping anak ini ada seorang yang tak kalah luar biasanya yang selalu menyayangi, mencintai dan selalu menghiburnya bahkan memberi dorongan dan semangat. “Walaupun kamu mempunyai kaki yang lemah dan harus menggunakan penyangga, kamu dapat melakukan apapun yang kamu inginkan dan impikan dalam hidup” kata ibunya kepadanya di suatu kesempatan. Yang kamu butuhkan hanyalah keyakinan, ketekunan, keberanian dan semangat pantang menyerah. Dan petuah dari ibunyalah cikal bakal lahirnya seorang manusia luar biasa, seorang manusia pejuang, yang dengan gagah berani menatap hidup didepannya yang mungkin bagi orang lain itu sebuah “kemustahilan”.
Di usia sembilan tahun ia memutuskan melepas penyangga di kedua kakinya. padahal saat itu dokter melarangnya dan mengatakan