membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Jumat, 02 Desember 2011
Cinta Seorang Anak
membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Selasa, 22 November 2011
Barang Paling Berharga
Rabu, 16 November 2011
Pada Sebuah Jembatan
Rabu, 09 November 2011
Terima Kasih, Maaf, Tolong
Senin, 07 November 2011
Rabu, 28 September 2011
Inipun Akan Berlalu
Betul, ketika anda lagi punya masalah besar ataupun sedang lagi kondisi terlalu gembira, ingatlah kalimat itu, “Dan inipun akan berlalu !” (These too, will pass). Kalimat ini, kalau direnungkan dengan bijak akan mengantarkan kita pada keseimbangan hidup. Tidak ada satupun yang langgeng. Jadi, ketika anda punya masalah, tidaklah perlu terlalu bersedih. Tapi tatkala anda lagi senang, jangan terlalu kelewat senang.
Rabu, 14 September 2011
Penuh Sesak
Selasa, 23 Agustus 2011
Hadiah Terindah
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas.
Kamis, 11 Agustus 2011
Bukan Barang Rongsokan
Rabu, 10 Agustus 2011
Jendela Rumah Sakit
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.
Senin, 08 Agustus 2011
Intan
“Batu permata apa ?” Tanya sannyasi. “Tadi malam dewa Shiwa menampakkan diri dalam mimpiku “, kata penduduk desa itu. “Ia berkata kepadaku, jika aku pergi ke perbatasan desa di waktu senja, aku akan bertemu seorang sannyasi. Ia akan memberiku sebuah batu permata. Lalu aku akan menjadi kaya raya selama-lamanya.
Sannyasi itu merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah batu. “Barangkali inilah yang dimaksudkannya . “ katanya sambil menyerahkan batu itu kepada penduduk desa. “Batu ini kutemukan di jalan kecil di hutan beberapa hari yang lalu. Tentu saja anda boleh memilikinya.”
Orang desa memandang batu itu penuh rasa kagum. Batu itu adalah intan. Barangkali intan terbesar di dunia, sebesar kepala manusia. Ia menerima intan itu lalu pergi. Semalaman ia gelisah, tidak dapat tidur. Pagi harinya, waktu fajar menyingsing, ia membangunkan sannyasi itu. Katanya kepadanya: “Berilah aku kekayaan, yang membuat anda rela menghadiahkan intan itu dengan begitu mudah.”
Anthony De Mello, S.J.
Cinta Ibu
"Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati"
Minggu, 07 Agustus 2011
Mawar Untuk Ibu
Jumat, 05 Agustus 2011
Tuhan Tinggal Dalam Hati Manusia
Suatu hari Tuhan merasa sangat lelah dan ingin cuti. Maka ia mengumpulkan penasehat-penasehatnya untuk dimintai nasehat dimana Tuhan dapat beristirahat tanpa diganggu orang. Penasehat pertama mengatakan: “ Di puncak gunung yang sangat tinggi”. Tapi sekarang banyak orang pergi kesana juga. Penasehat kedua mengusulkan: “Pergilah ke dasar laut disana pasti manusia tidak bisa mengganggu dengan permintaan-permintaannya”. Tetapi banyak pula manusia bisa menyelam kesana. Akhirnya, malaikat Gabriel mengusulkan (dia berbisik agar yang lain tidak mendengar): “Tuhan, pergilah ketempat yang pasti manusia tidak akan menduga kalau Engkau ada disitu !“. Dimana ? Di dasar hati manusia. Sejak saat itu Tuhan bersembunyi didalam hati manusia.
Bila anda akan mencari damai, carilah Tuhan dalam hati anda. Kembalilah pada hati anda sekarang juga. Damai bukan masalah tempat atau suasana. Orang mengatakan didesa suasana damai. Tetapi bila anda berdosa, misalnya: membunuh, maka anda tidak lagi merasa damai. Damai adalah kualitas hati didalam diri, bukan sesuatu diluar diri anda. Seperti ikan kembali ke air, sekarang kita harus berani kembali ke dalam diri kita sendiri.
Berhati Mulia
Berjalan Dalam Badai
“Bagaimana Ayah ? Kita berhenti ?” aku bertanya. “Teruslah mengemudi !”kata Ayah.
Aku tetap menjalankan mobilku.
Langit makin gelap, angin bertiup makin kencang. Hujanpun turun. Beberapa pohon bertumbangan, bahkan ada yang diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan. Kulihat kendaraan2 besar juga mulai menepi dan berhenti.
“Ayah….?”
“Teruslah mengemudi !” kata Ayah sambil terus melihat kedepan.
Aku tetap mengemudi dengan bersusah payah. Hujan lebat menghalangi pandanganku sampai hanya berjarak beberapa meter saja. Anginpun mengguncang2kan mobil kecilku. Aku mulai takut. Tapi aku tetap mengemudi walaupun sangat perlahan.
Setelah melewati beberapa kilometer ke depan, kurasakan hujan mulai mereda dan angin mulai berkurang. Setelah beberapa kilometer lagi, sampailah kami pada daerah yang kering dan kami melihat matahari bersinar muncul dari balik awan.
“Silahkan kalau mau berhenti dan keluarlah”, kata Ayah tiba-tiba.
“Kenapa sekarang ?”tanyaku heran.
“Agar engkau bisa melihat dirimu sekarang. Bayangkan seandainya engkau berhenti ditengah badai…”
Aku berhenti dan keluar. Kulihat jauh dibelakang sana badai masih berlangsung. Aku membayangkan mereka yang terjebak disana dan berdoa semoga mereka selamat. Dan aku mengerti bahwa jangan pernah berhenti ditengah badai karena akan terjebak dalam ketidakpastian dan ketakutan kapan badai akan berakhir serta apa yang akan terjadi selanjutnya.
Jika kita sedang menghadapi “badai” kehidupan, teruslah berjalan jangan berhenti, jangan putus asa karena kita akan tenggelam dalam keadaan yang terus kacau, menakutkan dan penuh ketidakpastian. Lakukan saja apa yang dapat kita lakukan dan yakinkan diri bahwa Badai Pasti Berlalu.
Kamis, 28 Juli 2011
Menjadikanku Indah Pada Waktunya
Mulailah si cangkir bercerita, “Dulu aku hanyalah tanah liat yang tidak bisa apa-apa. Lalu aku dibawa ke tempat pembuatan keramik. Di sana aku dimasukkan ke tempat penggilingan tanah liat, aku berteriak pada sang tukang, Sakit !!! Sakit !!! Hentikan, keluarkan aku ! Tapi, kau tahu sang tukang berkata apa? Ia berkata, “Belum saatnya.” Setelah itu aku dipukul-pukul dengan palu, semakin lama semakin keras. Aku berteriak lagi, Sakit !!! Sakit Sekali !!! Tolong aku ! Tapi sang tukang juga masih mengatakan bahwa belum saatnya aku keluar. Kemudian aku dipanaskan di perapian. Sungguh amat luar biasa rasa sakitnya, seperti di api neraka. Sakit !!! Panas !!! Bebaskan aku! Aku tak tahan dengan semua ini!! Tapi mengapa sang tukang selalu berkata, “Belum saatnya ?" Lalu aku diwarnai, bau catnya sungguh menyiksa, baunya tak tertahankan. Dan sampai pada akhirnya sekarang ini aku dipajang di etalase dan seorang nenek berkata bahwa aku adalah cangkir terindah yang pernah dilihatnya.” Cangkir itu lalu melihat bayangan dirinya di kaca. Ia melihat betapa indahnya dirinya setelah melalui berbagai proses yang menyakitkan.
Renungan:
Rasa sakit itu merupakan bagian dari proses untuk membentuk pribadi yang utuh. Seperti cangkir itu, tadinya dia kesakitan karena semua proses tersebut tapi pada akhirnya dia menjadi cangkir yang sangat indah. Anggaplah Tuhan sebagai tukang keramiknya. Dia sedang membentuk kita untuk menjadi pribadi yang kuat, yang tahan banting terhadap segala cobaan hidup yang menyakitkan. Tuhan yang membentuk hidup kita. Hal ini perlu diyakini, jangan hanya dianggap saja. Yang perlu diingat bahwa keramik itu mudah pecah, jika kita tidak berhati-hati dan keramik jatuh juga bisa menjadi pecah dan remuk. Seindah apapun keramik itu kalau sudah pecah ya tidak menjadi indah dan cantik lagi. Percayalah Tuhan menjadikan kita manusia yang indah bagi banyak orang
Aku Menciptakan Engkau
Ketika itu, seorang pemuda yang kaya raya melintasi persimpangan itu tanpa mempedulikan sama sekali gadis kecil itu. Namun ketika pemuda itu tiba dirumahnya yang mewah, ditengah keluarganya yang bahagia dan berkecukupan, duduk dimeja makan yang penuh dengan hidangan malam yang lezat, ia teringat akan gadis kecil yang terlantar itu. Ia menjadi sangat marah kepada Tuhan karena telah membiarkan keadaan seperti itu terjadi.
Ia mencela Tuhan dengan berkata ,” Bagaimana Engkau bisa membiarkan ini terjadi ? Mengapa Engkau tidak melakukan sesuatu untuk menolong gadis itu ?”.
Kemudian jauh dilubuk sanubarinya ia mendengar suara Tuhan menjawab,”Sudah Kulakukan. Aku menciptakan engkau.”
Raja Tanpa Mahkota
Moral dari kisah ini yang patut kita renungkan . . . DEDIKASI . . . Akhwari sadar betul negaranya yang miskin, tidak mengirimkannya untuk sekedar mengikuti lomba, ribuan dollar uang rakyat harus disisihkan, perlu usaha yang lebih bagi negara miskin, agar seorang atlet dapat berangkat mengikuti olimpiade. Akhwari tidak ingin membuat negara dan rakyatnya kecewa.
----Dari Berbagai sumber